Derita Kesedihan dan Rindu Ayah Kepada Anak Perempuannya Dibawa Mati

Share

Deli Tua, ArmadaBerita.Com

Warga dan tetangga, Hotler Silaban (56) di Jalan Bunga Rinte, Gang Seroja 8, Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, kaget bukan kepalang.

Pasalnya, tetangganya menemukan Hotler Silaban, terbujur kaku dan tergantung dengan seutas tali plastik di dalam rumah kontrakannya, Selasa (25/2/2020) pagi.

Sebelum ditemukan tewas tergantung, tetangganya, Karona br Sitepu (58) heran melihat rumah berdinding tepas, itu pintunya terbuka pada saat pagi.

Karena penasaran, tetangganya itu mendekati dan melihat ke dalam rumah. Begitu menoleh ke dalam, spontan oppung (nenek) yang biasa mengunyah tembakau itu terkejut melihat korban sudah tergantung.

“Biasanya siang baru terbuka pintu rumahnya. Pas ku panggil-panggil tidak ada jawaban, trus aku masuk ku tengok bapat itu berdiri, ku panggil, pak…pak…, tapi gak dijawab, ku dekati, tekejut kali aku ku tengok ada tali di lehernya, langsung aku keluar minta tolong, baru lah rame warga,” ujar Karona br Sitepu menjelaskan sambil memperbaiki posisi suntil yang terselit dibibirnya.

Temuan itu, lantas dilaporkan ke pihak Kepling Lingkungan VIII, dan diteruskan ke Polsek Deli Tua.

Tak lama, personil Sabhara Polsek Deli Tua yang tiba lebih awal di lokasi, disusul tim Inafis Polrestabes Medan, langsung melakukan pemeriksaan disekitar jasad korban.

Ternyata berdasarkan keterangan warga disana, Hotler seorang duda. Sejak istrinya meninggal dunia beberapa tahun lalu, Hotler lah yang merawat dan membesarkan 6 orang anaknya yang salah satunya perempuan, HS yang amat disayanginya.

“Namun hingga anak perempuan kesayangannya itu berumah tangga, dan telah memiliki dua anak, HS tidak lagi pernah mengunjungi dirinya. Hal inilah yang menjadi siksaan bathin hingga Hotler mengalami sakit,” tutur warga.

Tinggal seorang diri di rumah kontrakan berdinding tepas itu, diduga semakin membuatnya merasa rindu dan sedih berlarut-larut, hingga nekat mengakhiri hidupnya dengan seutas tali plastik berwana hijau yang diikatkannya di plapon rumah dan diikatkan ke leher, dengan menggunakan sebuah kursi plastik sebagai pijakkan untuk melompat.

“Anaknya ada 6, dia paling sayang sama putrinya itu. Dia tinggal sendiri di rumah itu. Kerjanya hanya mocok-mocok, memang sakitnya pun ada karena sudah tua juga usianya,” sebut warga lagi.

Sebelum mengakhiri hidupnya, Hotler menulis sebuah surat berbahasa Batak berisikan kekecewaan terhadap anak perempuannya.

“ma mandiri boru hasian homa boru ku na sa leleng on na hu sayang sayang boru hasianku.

sampe dua anak mu hu parorot hape tega ho maninggal hon au marsahit sahit dirumah kontrakan on manggo pala mandar sabiji pe dang adong ditinggal hon hassit ni pambahenan mi tu au, saunang ma di jalo ho sapatakon molo au bunuh diri dijabu kontrakan on pasahat ma taba ku tu si hirma songoni ma”.

Dibawah secarik kertas putih yang dituliskan bahasa batak itu, ia kembali menulis dengan bahasa indonesia.

“Jangan aku dibuka dari gantungan ini sebelum datang anto karna anto buat aku kegini harus dia buka aku dari gantungan ini terima kasih”

Keadaan dan kondisi itu sempat membuat warga teriiris. Ternyata kesedihan dan kerinduan Hotler teramat dalam bagi putrinya yang lama tak datang mengunjunginya.

Dari amatan di sekitar mayat terlihat sebuah meja kecil yang di atasnya ada dua bungkus nasi, dan gelas berisi air sedangkan dilantai ditemukan ceret plastik berisikan minuman.

Beberapa lama dilakukan pemeriksaan, petugas membawa jasad korban ke RS Bhayangkara Medan.

Pada saat awak media menanyakan kepada petugas Polsek Deli tua yang pertama datang ke TKP, Aiptu B.E. Sirait, apakah ada tanda-tanda pembunuhan, ia mengaku masih menunggu hasil autopsi dari rumah sakit.

“Dugaan sementara bunuh diri, tapi pastinya masih menunggu hasil autopsi dari rumah sakit,” jelasnya. (Bes)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *