Fenomena dekadensi moral yang terjadi di tengah masyarakat semakin meningkat dan beragam. Kriminalitas, ketidakadilan, korupsi, kekerasan pada anak, pelanggaran HAM, dan tindakan kriminalitas lainnya menjadi bukti krisis jati diri pada bangsa Indonesia semakin merajalela.
Dampak dari perilaku kriminalitas itu tidak hanya satu orang, tapi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, pendidikan karakter menjadi jawaban dari dekadensi moral selama ini.
Pengaplikasian pendidikan agama Islam bisa diterapkan untuk membangun karakter anak.
Sebab, pendidikan agama Islam adalah pilar pendidikan karakter yang paling utama. Pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak akan menjadi baik jika penanamannya dimulai dengan penanaman jiwa keberagaman.
Dalam pendidikan agama Islam, diajarkan aqidah sebagai dasar keagamaannya.
Kemudian, diajarkan Al-Qur’an dan Hadist untuk pedoman hidupnya. Diajarkan pula fiqih sebagai rambu-rambu hukum dalam beribadah. Tak hanya itu, diajarkan pula sejarah Islam sebagai keteladanan hidup dan akhlak sebagai pedoman perilaku manusia. Perlu diketahui juga, keberhasilan pembelajaran pendidikan Agama Islam ditentukan oleh penerapan metode pembelajaran yang tepat.
Pendidikan karakter menjadi hal yang paling utama diajarkan dalam pendidikan Agama Islam. Pendidikan Islam sangat fleksibel karena arah pembelajarannya kepada beberapa aspek, yakni aspek kognitif, afektif, dan pskikomotorik.
Pada aspek kognitif, pendidikan agama Islam mengajarkan keagamaan yang benar-benar lurus. Pada aspek afektif, agama Islam mentransformasikan moral penganutnya dalam pembentukan sikap. Kemudian, aspek psikomotorik dalam Islam berfungsi sebagai pengendali perilaku setiap individu agar tercipta kepribadian manusia seutuhnya.
Tak hanya itu, pendidikan agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia—mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan.
Dengan demikian, setiap muslim yang dididik dengan cara Islami diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Konsep Pendidikan Karakter Dalam Islam
Sebenarnya, pendidikan karakter telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw pada masa ia menjadi Nabi dan Rasul utusan Allah. Kini, pendidikan karakter Islami adalah ajaran dari beliau yang kita teruskan untuk generasi Islam mendatang.
Dikutip dari buku “Cara Nabi Mendidik Anak” karangan Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, cara Nabi Saw mendidik anak ada tiga tahapan.
Pertama, mengajarkan orang tua dan pendidiknya terlebih dahulu.
Diantaranya, orang tua atau pendidik harus memahami konsep keteladanan, memilih waktu yang tepat untuk menasihati, bersikap adil dan tidak pilih kasih, memenuhi hak-hak anak, mendo’akan anak, membelikan mainan, membantu anak agar berbakti dan taat, dan tidak banyak mencela dan mencaci.
Dalam hal ini ada hadist Nabi Saw yang berbunyi, “dari Ibnu Abbas ra. berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ajarlah, permudahlah, dan jangan persulit! Gembirakanlah dan jangan takut-takuti! Jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah berdiam diri!”” (H.R. Ahmad dan Bukhari)
Kemudian tahap kedua, yaitu mengembangkan pemikiran anak. Disini cara yang efektif adalah dengan menceritakan kisah-kisah yang memberikan hikmah, diantaranya kisah Nabi Ibrahmi, kisah Al- Kifli, kisah orang berhutang serbu dinar, dan kisah-kisah lainnya yang bisa diambil pelajaran dari kisah tersebut dan kisah itu realitas dan jauh dari fiktif.
Kemudian, berbicara langsung dengan anak sesuai dengan kemampuan akal anak, berdialog dengan tenang, mengajarkan praktik empiris, diantaranya mengasah ketajaman indera anak sekaligus dapat membuahkan pengetahuan dan pengalaman. Selanjutnya, memberikan figure riil kepada anak, yaitu Rasulullah Saw.
Tahap terakhir, yaitu membangun jiwa anak. Jiwa anak dapat dibangun dengan berteman dengan anak, menggembiarakan hati anak, membangun kompetisi sehat dan member imbalan kepada pemenangnya, memotivasi anak, memberikan pujian, bercanda dan bersenda gurau dengan anak, memanggil dengan panggilan yang baik, memenuhi keinginan anak, memberikan bimbingan terus menerus, bertahap dalam pengajaran, dan imbalan dan hukuman.
Terkait cara Rasulullah membangun jiwa anak dengan memenuhi keinginannya, Rasulullah menggunakan pendekatan psikologis. Beliau mengakui cara ini sangat efektif untuk menyelesaikan persoalan anak. Dalam hal ini, Utsman bin Madh’un menghadap Rasulullah Saw. dengan membawa anak kecilnya.
Rasulullah Saw. bertanya, “Ini anakmu?” Iapun menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Kemudia Rasul Saw bertanya lagi, “Kamu mencintainya, ya Utsman?” “Sungguh demi Allah, saya mencintainya ya Rasulullah,” Jawabnya. “Mau ku buat cintamu bertambah kepadanya?” Tanya Rasulullah lagi. Ia pun menjawa mau kepada Rasulullah.
Lalu, Rasulullah bersabda, “Barang siapa berusaha menyenangkan hati anak keturunannya sehingga menjadi senang, Allah akan membuatnya merasa senang sehingga di akhirat ia benar-benar akan merasa senang.” (H.R. Ibnu Asakir)
Konsep pendidikan dalam Islam yang paling penting sebenarnya adalah dari keluarga. Jika dari keluarganya dididik dengan baik karakternya, maka baik pula ia di masyarakat.
Selain itu, lingkungannya juga harus mendukung. Kawan sejawatnya juga harus baik. Karena anak sangat mudah terpengaruh dengan perilaku buruk temannya.
Maka dari itu, orang tua juga harus mengontrol dengan siapa anak berteman. Salah satu caranya dengan memberikan pendidikan Islam di lembaga pendidikan Islam, seperti sekolah Islam atau pesantren. Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan lingkungan yang bernuansa Islami. Sehingga terbentuk sedemikian rupa di dalam jiwa dan raganya.
Pendidikan Karakter Islami Tombak Kesuksesan Anak
Pendidikan karakter bukanlah berupa materi yang hanya bisa dicatat dan dihafalkan serta tidak dapat dievaluasi dalam jangka waktu yang pendek. Namun, pendidikan karakter merupakan suatu pembelajaran yang teraplikasi dalam semua kegiatan siswa baik di sekolah, lingkungan masyarakat dan keluarga melalui proses pembiasaan dan keteladanan.
Hal ini dilakukan secara berkesinambungan. Oleh sebabnya, keberhasilan pendidikan karakter ini menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat, dan orangtua.
Keberhasilan pendidikan karakter ini tidak dapat dinilai dengan tes formatif atau sumatif yang dapat dinyatakan dalam skor.
Tolak ukur dari keberhasilan pendidikan karakter adalah terbentuknya peserta didik yang berkarakter, yakni berakhlak, berbudaya, santun, religius, kreatif, inovatif yang teraplikasi dalam kehidupan di sepanjang hayatnya. Orang yang berkarakter baik pasti disukai semua orang, sehingga berguna kemanapun ia pergi. Jika semua orang Indonesia berkarakter baik, maka tidak akan ada diskriminasi di Indonesia. Serta akan aman, damai, dan sejahtera kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penulis adalah Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Sumatera Utara stambuk 2017 yang kini tengah menjalani masa pengabdian masyarakat dalam kelompok KKN 174.
Klik subscribe, untuk mendapatkan pemberitahuan informasi terbaru.
Sangat bermanfaat😍