Medan, ArmadaBerita.Com
Perekonomian di triwulan I 2020 diperkirakan masih tumbuh cukup kuat meskipun melambat sesuai pola historisnya. Perlambatan disinyalir dipengaruhi oleh belum optimalnya investasi baik dari pemerintah dan swasta di awal tahun yang juga tercermin oleh deselerasi LU Konstruksi.
“Perlambatan ekonomi ditengarai bersumber dari LU Pertanian akibat pergeseran pola tanam dan faktor cuaca. Disamping itu, merebaknya COVID-19 juga turut menahan kinerja ekonomi triwulan I 2020,” kata, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, yang disampaikan Kepala BI Kpw Sumut, Wiwiek Sisto Widayat kepada wartawan di Gedung BI Sumut, Lantai III, Medan, Kamis (5/3) sore.
Dikatakannya, dampak COVID-19 atau yang trend disebut virus Corona, terhadap perekonomian Sumatera Utara dengan Tiongkok sangat berpengaruh. Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang utama Sumatera Utara. Sebab, Tiongkok merupakan tujuan ekspor utama Sumut dengan pangsa 14% dan impor dengan pangsa 29%.
Di sisi lain, sumbangan Tiongkok terhadap pariwisata Sumut relatif terbatas atau hanya memilki pangsa 3,43% (8.909 orang) dari total Wisman yang datang ke Sumatera Utara. Adapun sumbangan devisa dari Wisman Tiongkok pada 2019 mencapai 11,68 Juta USD.
Sumut tercatat Net Impor Terhadap Tiongkok. Wisman dariTiongkok merupakan nomor 3 terbesar setelah Malaysia dan Singapura dengan tren yang meningkat.
Untuk produk utama Ekspor yaitu, Minyak Nabati 40%, Asam Berlemak 14%, Bahan Kimia 9%, Karet Alam Olahan 6%, Makanan Olahan 5%. Sedangkan Komoditas Impor seperti, Barang Logam 21%, Alat Listrik 13%, Bahan Kimia 6%, Buah-Buahan 5%, dan Pupuk 4%.
“Di tahun 2019 sumbangan devisa dari Wisman Tiongkok di Sumut mencapai USD 11,68 Juta,” sebutnya.
Untuk membuka tahun 2020, jelas Kepala BI Sumut, neraca perdagangan Sumatera Utara tercatat surplus USD0,25 miliar, terkontraksi 14% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan terjadi baik pada ekspor maupun impor. Penurunan ekspor terutama untuk komoditas lemak dan minyak nabati ditengarai untuk memenuhi permintaan domestik yaitu implementasi B30. Di sisi lain, impor menurun terutama untuk komponen bijih logam dan sisa logam.
Selain itu, kata dia, untuk kelompok makanan kembali menjadi pendorong Inflasi. Kelompok makanan, minuman dan tembakau kembali menjadi sumber inflasi utama Februari 2020.
Komoditas cabai merah dan bawang putih menjadi pendorong inflasi seiring dengan adanya gangguan hama, cuaca ekstrim pada komoditas cabai merah serta dampak covid terhadap impor bawang putih.
“Secara spasial, tiga kota sampel IHK di Sumatera Utara mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 0,69% (mtm). Sementara inflasi terendah terjadi di Gunungsitoli sebesar -0,73% (mtm),” jelasnya.
Untuk komoditas strategis mendorong Inflasi di seluruh kota IHK adalah cabai merah dan bawang putih yang menjadi penyumbang utama inflasi di seluruh kota IHK.
“Sementara itu, penurunan harga daging ayam ras dan tarif angkutan udara mampu menahan inflasi di kota-kota sampel IHK,” ujarnya.
Wiwiek mengaku, dalam upaya pengendalian inflasi adalah melalui TPID. Dalam rangka mengevaluasi harga bahan pokok, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sumatera Utara terus melakukan koordinasi dan pelaksanaan program strategis melalui kerangka 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga dan Komunikasi Yang Efektif).
Langkah itu diantaranya,
-TPID Prov. Sumut melakukan sidak gudang distributor dan pasar dimulai 25 Feb dan tidak hanya untuk komoditas beras.
-TPID Prov. akan mengaktifkan kembali sistem resi gudang dikoordinir oleh Disperindag Provinsi.
Kelancaran Distribusi dan Kajian subsidi angkutan barang trayek tertentu oleh
-TPID Tebing Tinggi.
BULOG Sumut akan melaunching panganan.com sebagai platform penyediaan kebutuhan pangan bekerjasama dengan Shopee.
Untuk Ketersediaan Pasokan, penanaman cabai merah oleh TPID Kabupaten Deli Serdang bekerjasama dengan Bank Sumut menggunakan dana CSR, dan lainnya.
Diungkapkan Kepala BI Sumut, bahwa keputusan RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI 19-20 Februari 2020 yaitu memfokuskan;
1. Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang aman, serta sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya COVID-19.
2. Strategi operasi moneter terus ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.
3. Menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus finansial yang dibawah optimal dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Hal itu melalui penyesuaian ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia.
3. Memperkuat kebijakan sistem pembayaran guna mendukung pertumbuhan ekonomi antara lain melalui perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) serta elektronifikasi bansos dan transaksi keuangan Pemda.
4. Koordinasi BI dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta mempercepat reformasi struktural, termasuk dalam memitigasi dampak COVID-19.
5. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat sumber, struktur, dan kecepatan pertumbuhan ekonomi, termasuk mendorong investasi melalui proyek infrastruktur dan implementasi RUU Cipta Kerja dan Perpajakan.
“Untuk BI 7-Day Reverse Repo Rate turun 4, 75 persen. Suku Bunga Deposit Facility (DF) turun 4,00 persen. Sedangkan Suku Bunga Lending Facility (LF) turun 5,50 persen,” pungkas, Wiwiek Sisto Widayat. (Nst)