Medan, Armadaberita.com – Selama hampir 26 tahun, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama komunitas korban pelanggaran HAM masa lalu dan pendamping korban terus berupaya membangun memorialisasi untuk merawat ingatan atas Tragedi Mei 98.
Rentetan peristiwa Mei 98 yang terjadi di beberapa kota besar seperti Medan, Solo, dan Surabaya menjadi fokus dalam peringatan tahun ini. Dengan tema “Pelanggaran HAM Masa Lalu di Persimpangan Jalan,” Komnas Perempuan menegaskan pentingnya langkah konkret dari pemerintah untuk menuntaskan penyelesaian pelanggaran HAM berat, baik melalui jalur yudisial maupun non-yudisial.
Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan momen ini sangat krusial di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Ini menjadi momentum krusial di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan janji nawacita yang salah satunya adalah penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujarnya saat dihubungi pada Selasa (14/5).
Pernyataan penyesalan Presiden Joko Widodo pada 11 November 2023 terhadap 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Tragedi Mei 98, menjadi tonggak penting. Beberapa kasus tersebut antara lain peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985, dan Kerusuhan Mei 1998. Meskipun demikian, Komnas Perempuan menilai penerapan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat dan Inpres No. 2 Tahun 2023 masih belum maksimal.
Komnas Perempuan menekankan, seluruh langkah pemulihan hak korban harus dibangun dalam kerangka hak asasi manusia dengan melibatkan korban secara bermakna. Diharapkan, pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM dapat diperpanjang, memungkinkan proses penyelesaian yang lebih mendalam dan tanpa terburu-buru.
Sosialisasi program pemerintah dalam memberikan restitusi kepada korban sangatlah penting. Bahrul Fuad, Komisioner Komnas Perempuan, menyoroti pentingnya akses layanan kesehatan yang masih sulit dijangkau oleh sebagian korban. “Sosialisasi atas pelaksanaan pelbagai program pemerintah dalam memberikan restitusi kepada korban dan keluarga korban sangatlah penting. Misalnya bantuan untuk mengakses layanan kesehatan,” jelasnya.
Dalam peringatan Tragedi Mei 98 tahun ini, Komnas Perempuan menggelar berbagai kegiatan, termasuk Napak Reformasi yang menyusuri titik-titik lokasi terkait peristiwa Tragedi Mei 98 di Jakarta pada 12 Mei 2024. Selain itu, diadakan Seminar dan Konsolidasi Nasional yang melibatkan komunitas korban, pendamping korban, komunitas penggiat sejarah, anak muda, media, dan pemerintah daerah.
Mariana Amiruddin, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menekankan dampak berat yang dialami perempuan korban pelanggaran HAM, seperti kekerasan seksual dan berbasis gender. “Negara dalam memberikan pemulihan korban perlu didasarkan pada pemahaman penuh tentang sifat gender, konsekuensi dari kerugian yang diderita, serta mempertimbangkan ketidaksetaraan gender yang ada untuk memastikan mekanisme pemulihan yang ada tidak diskriminatif,” pungkasnya.
Komnas Perempuan berharap peringatan ini dapat menjadi pengingat dan dorongan bagi negara untuk mengambil langkah serius dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, sehingga memberikan keadilan bagi para korban. (Dewa)
Klik subscribe, untuk mendapatkan pemberitahuan informasi terbaru.