Medan, ArmadaBerita.Com
Setelah tahun baru, Harga Daging justru bertahan dan bahkan untuk daging ayam mengalami kenaikan. Padahal konsumsi daging mengalami penurunan. Akibatnya, banyak pedgangang dan konsumen mengeluh.
“Udah harga naik, antusias pembeli pun kurang, jadi kami yang para dagang ini yang terpuruk,” kata Kak Ketty yang membuka usaha warung ayam penyet Matondang ini ketika diwawancarai wartawan usai membeli daging ayam di pasar, Rabu (13/1/2021).
Hingga hari ini, jelas kak Ketty yang merupakan warga Kota Medan, harga daging ayam yang baru dibelinya mencapai harga Rp 38 ribut. “Konsumen padahal menurun, tapi harga daging ayam masih mahal. Biasanya kami langganan 10 kga daging ayam, nah sekarang turun menjadi 7 kga, karena sepi pembeli,” ungkapnya.
Menanggapi kenaikan harga daging ayam tersebut, Ketua Tim Pemantauan Harga Pangan, Gunawan Benjamin, SE, MM menyebut, kenaikan daging ayam dipengaruhi adanya kenaikan harga pakan ternak yang menjadi sumber makanan ayam pedaging mapun ayam petelur.
“Dan kenaikan harga pakan tersebut mengerek kenaikan biaya produksi sehingga membuat harga daging ayam justru naik setelah tahun Baru,” sebut Gunawan.
Tidak berhenti disitu, lanjut Dosen Ekonomi di UIN-SU ini lagi, bahwa kenaikan harga pakan ternak belakangan ini juga dipicu oleh kenaikan sejumlah komoditas bahan baku impor maupun bahan baku lokal. Dari bahan baku impor seperti tepung, minyak, dan beberapa jenis lainnya mengalami lonjakan. Sementara harga jagung juga naik belakangan ini. Faktor yang paling kuat, Pandemi Covid-19 telah membuat sejumlah barang kebutuhan impor naik.
“Jalur distribusi yang terganggu, ketidaktepatan waktu pengiriman barang, hingga kenaikan harga komoditas global lainnya juga turut memicu komponen pembentuk harga pakan ternak tersebut. Salah satu komoditas yang paling terlihat mengalami kenaikan ditengah masyarakat adalah kacang kedelai,” urainya.
Melonjaknya kenaikan itu, sebut Gunawan, membuat kita saat ini tengah berhadapan dengan dilema. Sebab, ditengah resesi dan pandemi, daya beli masyarakat justru terpukul.
“Dari pantauan saya, daging ayam saat ini naik dikisaran 36-38 ribuan rupiah per Kg. Padahal saat tahun baru sempat dijual 30 ribu rupiah per Kg. Kenaikan harga daging ayam tersebut jelas tidak lantas membuat perusahaan yang memiliki peternak ayam (plasma) diuntungkan,” paparnya.
Gunawan yang merupakan analis keuangan ini juga menyataian, jika perusahan tidak menaikan harga maka beban operasional naik, dan perusahaan yang merugi jika diikuti dengan penutupan usaha. Hal ini akan berdampak pada kelangkaan daging ayam itu sendiri.
“Harganya bisa selangit nanti karena daging ayam menjadi langka, namun jika harga dinaikkan, maka perusahaan akan tetap menjaga keuntungan di level tertentu. Dengan alasan menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan tentunya. Akan tetapi jelas konsumen dirugikan disini,” ujarnya.
Menurutnya lagi, selain terpaksa harus menaikkan harga pakan ternak, perusahaan juga harus menjaga pasokan agar tidak membanjiri pasar. Hal ini dilakukan guna menjaga harga dalam posisi tertentu sehingga tidak mengganggu cash flow perusahaan.
“Namun dalam konteks tersebut saya justru berharap ada tinjauan lebih detail sehingga meskipun harga naik, namun masih dalam batas kewajaran dan menjadi penengah bagi perusahaan mnaupun konsumen,” anjurnya.
Gunawan berharap pemerintah pusat atau kementerian terkait bisa melakukan upaya pendekatan agar perusahaan tersebut bisa hidup. Pasalnya, sejumlah perusahaan tersebut tengah tertekan akibat buruknya kondisi ekonomi belakangan ini.
“Jadi teori pasar (ekonomi) yang menyebutkan bahwa saat permintaan turun, stok cukup, maka harga bisa turun. Tidak berlaku untuk harga daging ayam di Sumut saat ini,” imbuh Gunawan. (Red/ABC)
Klik subscribe, untuk mendapatkan pemberitahuan informasi terbaru.