NEWS  

Ekonomi Sumut Tahun 2020 Diperkirakan Membaik

Share

Medan, armadaberita.com

Kepala Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (KPw Sumut), Wiwiek Sisto Hidayat menyebut, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara membaik.

Hal itu sejalan dengan Nasional dan didorong oleh tingginya konsumsi pemerintah. Sementara, konsumsi swasta dan investasi terdeselerasi ditambah dengan tekanan yang cukup tinggi pada sisi ekspor.

“Bahkan dari sisi perkembangan harga, Inflasi Sumatera Utara tahun 2019 meningkat, namun masih dalam rentang target,” kata, Wiwiek dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara 2019 yang dihadiri Gubsu, Edy Ramayadi, Bupati/Wali Kota se-Sumut, unsur Forkopimda Sumut, pelaku usaha dan bisnis, akademisi, jasa perbankan dan tamu undangan lainnya di Adi Mulia Hotel, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Rabu (4/12) siang.

Di tahun 2020, Kepala BI Sumut memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara meningkat pada kisaran 5,1-5,5 (yoy). “Optimisme tersebut terutama bersumber dari akselerasi perekonomian domestik dan ekspor yang membaik,” papar, Wiwiek.

Pun begitu, ada beberapa tantangan dalam perekonomian Sumut yang perlu mendapat perhatian. Tantangan pertama adalah masih besarnya ketergantungan terhadap ekspor terkait komoditas perkebunan dan gejala berkurangnya kontribusi lapangan usaha (LU), industri pengolahan (manufaktur) kepada perekonomian.

Tantangan kedua adalah belum optimalnya efisiensi investasi dan masih cukup rendahnya daya saing Sumut dibanding dengan daerah lain. Kemudian (ke-3) adalah masih terbatasnya kemampuan fiskal serta adanya tendensi backloading dan prosiklikalitas pada pola realisasi belanja daerah.

Kemudian tantangan ke empat adalah masih diperlukannya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Tantangan ke 5 adalah resiko tergerusnya daya beli masyarakat seiring dengan fluktuasi inflasi, khususnya inflasi kelompok bahan makanan (pangan),” jelasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara, Edy Ramayadi menegaskan bahwa dalam mengatasi inflasi dan pertumbuhan perekonomian di Sumut, diperlukan sinergi, transformasi dan inovasi terhadap seluruh stakeholder dan unsur pimpinan daerah hingga ke pelaku (petani).

Sebab, kata Mantan Pangkostrad ini, petani masih menjerit, apalagi kondisi harga cabai yang melakoni inflasi di Sumut ini, mahal. Dan saat ini harga cabai anjlok di kisaran harga Rp 18-28 ribu, petani sebagai pelaku juga menjerit.

“Kita kena inflasi karena cabe merah, harga cabe merah tadi pagi saya tanya ke pasar harganya 18-28 ribu. Daging khas dalam Rp 110. Itu hulu, sementara dari hilir bagaimana? Kenapa terjadi inflasi, yah giman, cabe dijual ke Padang, Riau, Batam, dan lainnya sehingga habis cabe kita. Ini lah kita harus sinergi,” katanya.

Ditambah lagi ribetnya birokrasi yang langsung ke penjual mendambah derita petani.

Pada hal, jelas Edy lagi, perintah presiden itu ada 5 yang salah satunya memperpendek birokrasi.

“Sehingga dari petani sampai ke hilir gak ketemu. Yang jadi penghambat, parkir, penurunan barang, dan sebagainya, ini yg jadi penghalang. Kalau dari hulu sampai hilir jelas. Jadi orang yang paling menderita ini adalah orang paling bawah. Karena banyak sekali “kost”, banyak pengeluaran belum sampai ditempat sudah banyak pembayaran. Marilah kita sadar dan saya berharap semua kita yang disini bertaubat,” ujaranya. (Nst)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *